Minggu, 06 Agustus 2017

Catatan Perjalanan #MalaysiaAndSingapore

Pra Hari-H
            Pada tanggal 13 Juli 2017, saya mendapatkan email yang berisi LoA dari Hamada Foundation yang menyatakan bahwa saya diterima sebagai delegasi International Youth Summit. Hal pertama yang saya lakukan adalah memberitahukan berita ini kepada mamah saya, dikarenakan perlunya izin dan juga adanya biaya 3,5 juta (tidak termasuk tiket pesawat) yang harus dibayar untuk mengikuti program tersebut. Mengapa saya harus bayar? Karena saya terpilih sebagai delegasi partly funded, jadi ya sebagian di tanggung panitia dan sebagian lagi ditanggung oleh saya sediri. Intinya, kurang lebih membutuhkan uang sekitar lima juta. Awalnya saya ragu untuk mengikuti program berbayar ini, dikarenakan baru saja dua minggu yang lalu ayah meninggal, ya tentunya pasti membutuhkan pengeluaran lainnya yang lebih penting. Namun, tidak ada salahnya saya memberitahukan ke mamah, kan? Singkat cerita, ternyata mamah mengizinkan saya pergi, kata mamah sekalian kado ulang tahun buat saya yang tanggalnya bertepatan dengan program tersebut. Akhirnya dengan berbagai perjuangan, paspor saya jadi. Perjuangan? Iya, karena untuk membuat paspor membutuhkan e-ktp, dan e-ktp saya belum jadi sudah dua tahun lamanya (baca post sebelumnya untuk cerita lebih lengkap), akhirnya dibuatkanlah surat keterangan (suket) sebagai pengganti sementara e-ktp. Setelah melakukan pembayaran dan pembuatan paspor, saya memesan tiket pesawat sendiri, padahal yang lainnya rata-rata memesan ke panita. Kenapa saya tidak pesan ke panitia juga? Karena paspor saya jadinya di akhir-akhir gitu, yang artinya saya harus pesan sendiri. Karena saya pesan tiketnya H-4 berangkat, maka harga tiketnya menjadi lebih mahal. So guys, this is the first lesson ya, kalau pesen tiket pesawat dari jauh-jauh hari aja, biar lebih murah, and if you think that you bring so many things, don’t forget to order baggage sesuai dengan kebutuhan kamu, jangan sampe ngga mesen ya kalau barang bawaan kamu banyak, yang ada nanti kamu kena charge, yang bisa jadi tiga kali lipat dari harga yang kamu bayarkan seharusnya, and its happen to one of my friend.
            Summit ini diadakan dari tanggal 31 Juli—4 Agustus 2017, dua hari di Malaysia dan tiga hari di Singapore. Mendekati hari H, semua sudah saya persiapkan, bawa koper ukuran sedang satu, tas gendong yang isinya laptop asus, dan tas selempang yang isinya dompet, paspor dan hal penting lainnya. Mungkin kalian bertanya, ngapain bawa laptop? Heheheh ada tugas bulanan asrama yang belum saya selesaikan, yang deadlinenya tanggal 1 Agsutus, so I decided to bring my laptop, meskipun berat sih sebenernya. But, its oke. Ceritanya udah tanggal 30 Juli nih, saya pergi ke bandara naik damri dari asrama. Nah, damri ini salah satunya ada di terminal pasar minggu. Akhirnya, saya pesan grab ke terminal pasar minggu sekitar jam 6. Setibanya di terminal, ternyata sepi, gelap, dan cowok cowok semua. Hehe serem pokoknya. Akhirnya, saya beranikan diri untuk bertanya salah seorang diantaranya mengenai bus damri, ternyata bus damrinya ada di sebelahnya terminal. Alhamdulillah, akhirnya duduk di bus damri pukul 19.20. Lumayan sepi busnya, dari pasar minggu ke bandara soekarno-hatta cukup dengan membayar Rp 40.000. Sekitar dua jam kemudian, tibalah saya di bandara. Saat turun dari bus damri, saya langsung melihat salah seorang teman saya satu fakultas yang mengikuti program ini juga. Karena saya lapar, akhirnya teman saya ini menemani saya makan terlebih dahulu di KFC sebelum bertemu dengan teman-teman lainnya. Setelah makan, kami berdua menemui teman-teman dan panitia yang telah ada di bandara, kemudian kami saling berkenalan satu sama lain.

            Singkat cerita, kami mengantre untuk menyerahkan bawaan yang akan dibawa di bagasi. Disaat yang lain sudah check in online, saya belum check in, karena saya pesan tiket sendiri kan. Akhirnya saya cek in menggunakan mesin yang ada disana. And this is for my first time using this machine. Klik, klik, klik, terus ada pertanyaan yang aku bingung gitu, terus aku tanya sama sebelah aku, ehhh ternyata dia bule, jadinya speaking English, dan Alhamdulillah ngerti, wkwk. Nah, dari mesinnya kan keluar tag gitu ya buat di tas, yaudah tuh saya ambil tagnya, and then saya ngantre lagi seperti biasa. Beberapa menit kemudian, ada petugas memanggil manggil nama saya. Waduh ada apa ini? Dan ternyataaaa, petugas tersebut ngasih boarding pass yang ngga saya ambil di mesin tadi wkwkw yaa maap ya pak, saya gatau kalau boarding passnya muncul dari mesin itu wkwkw. Oke, this is the second lesson for me. Singkat cerita, akhirnya terbang juga ke Malaysia. (to be continue.....)

Rabu, 19 Juli 2017

Dimana e-KTP Saya? (Part 2)

Oke. Jadi itu cerita saya tentang e-KTP yang menyebalkan ini. Sudah tiga tahun digantung dan entah sampai kapan penantian ini selesai. Nah, kebetulan juga, kasus e-KTP menjadi isu hangat di kalangan mahasiswa dimana saya berkuliah. Sudah beberapa kali, mahasiswa turun ke jalan untuk memperjuangkan e-KTP yang ternyata di korupsi besar-besaran oleh para pejabat. Ah mungkin lebih tepatnya disebut sebagai penjahat. Iya jahat, mereka telah mendzolimi banyak pihak. Jadi, alasan terbesar kenapa e-KTP saya tidak jadi-jadi adalah karena anggarannya di korupsi oleh pejabat. Ya ampun, mereka itu miskin ya, masa cari uang dari uang negara yang bukan haknya. Udah miskin harta, miskin hati pula. Kalau dia kaya mah, ngapain korupsi? Separah itukah pejabat di Indonesia saat ini? Wah, mengerikan! Sekarang mah saya hanya bisa mendoakan, semoga mereka para pejabat ini yang katanya terhormat, cepat diberikan hidayah oleh Allah swt. Kasian kan keluarganya jadi makan dari uang haram. Sungguh, ini menjadi PR kita bersama yang katanya sebagai future leader. Jangan sampai, di generasi pada saat kita menjabat, hal-hal seperti ini terulang kembali. Ah, politik memang keras ya, banyak permainan di dalamnya, banyak orang yang bilang politik itu kotor. Bisa saja sebenarnya, saya memilih untuk tutup mata dan tutup telinga terhadap politik. Namun, kalau begitu terus, politik akan terus kotor. Oleh karena itu, diperlukan orang-orang baik di dalamnya, diperlukan orang-orang yang amanah didalamnya, supaya memberika kesan positif terhadap politik. Ya, ini jadi merefleksikan diri saya sendiri juga, sudahkan saya menjalankan segala amanah dengan baik yang ada dipundak saya?


                                                        Bekasi, 19 Juli 2017

Dimana e-KTP Saya?

Assalamualaikum, wr.wb
            Setelah sekian lama tidak menulis di blog ini, pada akhirnya nurani ini memanggil saya untuk kembali menceritakan sepenggal kisah hidup yang dialaminya. Tiga tahun lalu, pada saat saya berusia 17 tahun, sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentu saya berkewajiban untuk memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk). Pada saat itu, orang tua saya lah yang mengurus untuk membuatnya. Namun, beberapa bulan kemudian, terdapat kabar bahwa kita diwajibkan untuk membuat e-KTP (KTP elektronik), yang merupakan program terbaru pemerintah dengan tujuan untuk mengintergrasikan data penduduk di Indonesia, supaya tidak ada lagi KTP palsu. Ya, tujuan ini memang baik, patut diapresiasi. Namun, yang jadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana sistem ini berjalan dalam kondisi realita saat ini? Oke, kita lanjut lagi cerita sebelumnya. Jadi, setelah dikabarkan bahwa saya juga wajib punya e-KTP, saya diminta untuk hadir ke polres di daerah rumah saya untuk membuat e-KTP secara massal. Benar saja, sesampainya saya disana, sangat ramai. Kalau tidak salah, saya menunggu dari siang hingga malam. Padahal, esok harinya saya harus mengikuti lomba. Saya terus menunggu dengan cukup sabar, hingga akhirnya sebentar lagi giliran saya. Namun ternyata, petugas disana mengatakan bahwa kuota hari ini sudah habis, sehingga kami yang tersisa malam itu, diminta untuk hadir kembali esok hari. Sungguh hati saya kecewa, sudah dengan sabar menunggu dari tadi siang, dan ternyata disuruh pulang pada malam harinya. Dikarenakan besok saya ada kegiatan lomba, otomatis saya besok tidak akan bisa datang kembali ke tempat ini. Oleh karena itu, saya langsung menghampiri petugas disana, bahwa saya minta untuk foto malam ini dengan alasan lomba yang juga saya jelaskan kepadanya. Mereka tetep kekeuh bilang kepada saya untuk datang esok hari, hingga pada akhirnya saya menangis (HAHA ini lucu juga sih kalau diinget). Lalu, polisi dan petugas yang ada disana merasa tidak tega kali ya, hingga akhirnya saya dipersilahkan masuk melalui pintu belakang dan langsung ditangani untuk foto dan rekam sidik jari. Bayangin aja, abis nangis, mata merah, masih sesenggukan, terus disuruh foto. Ketika saya liat hasil foto di komputernya, keliatan banget dengan jelas mata saya merah. Tapi, yasudahlah mau gimana lagi. Akhirnya malam itu saya pulang ke rumah dengan perasaan yang masih kesal dengan petugas disana. Dalam hati saya, buat KTP kok susah banget sih. Berminggu-minggu saya tunggu hasil dari e-KTP tersebut, namun hasilnya nihil, dan bahkan hingga sekarang, setelah tiga tahun menunggu, hasilnya pun masih nihil. Ya, sekarang saya berusia 20 tahun, dan belum memiliki e-KTP. Ah, sungguh kecewa. Beberapa kali di tahun 2016 saya datang kekelurahan untuk membuat e-KTP, namun hasilnya selalu sama, blankonya kosong. Hingga akhirnya saya tidak peduli lagi dengan e-KTP, toh saya masih punya KTP yang biasa.

            Namun, ketidakpedulian saya terhenti sejak saya berkeinginan untuk membuat paspor. Pada saat saya mendatangi kantor imigrasi, saya sudah siapkan semua berkas dengan rapi dan juga sudah mengambil nomor antrian secara online. Ketika saya mengeluarkan KTP biasa saya dari dompet, saya diberitahu oleh satpam bahwa KTP harus dalam bentuk e-KTP. Yasudah, akhirnya pembuatan paspor pun gagal. Pada akhirnya saya merasa ingin menyerah untuk membuat e-KTP, paspor, ataupun dokumen-dokumen administrasi negara lainnya. Tanggal 15 Juli kemarin, saya diumumkan terpilih sebagai delegasi International Youth Summit di Malaysia dan Singapura dan akan berangkat pada tanggal 31 Juli. Saya ambil kesempatan tersebut, dan tentunya membutuhkan paspor, dan lagi-lagi saya harus mengurus e-KTP yang menyebalkan itu. Sebenarnya saya sudah mengurus e-KTP sejak bulan Juni, dan diminta untuk datang sebulan kemudian untuk mengambil e-KTP. Namun, karena saya membutuhkan cepat untuk pembuatan paspor, akhirnya ada namanya surat keterangan (Suket) sebagai pengganti e-KTP yang belum selesai. Suket ini dijanjikan akan selesai pada tanggal 15 Juli atau dua minggu setelah pengambilan foto dan rekam sidik jari. Namun kenyataannya, suket saya pun belum selesai hingga detik ini, tanggal 19 Juli. Munafik! Berkata namun tidak ditepati. Yang menyebabkan akhirnya saya tidak bisa memesan tiket pesawat bersama rombongan delegasi lainnya karena belum mendapatkan nomor paspor. Jadi, saat ini, saya mah sabar aja, menunggu, menunggu, dan menunggu entah sampai kapan e-KTP itu akan menjadi sebuah kenyataan.

to be continue...