Rabu, 19 Juli 2017

Dimana e-KTP Saya? (Part 2)

Oke. Jadi itu cerita saya tentang e-KTP yang menyebalkan ini. Sudah tiga tahun digantung dan entah sampai kapan penantian ini selesai. Nah, kebetulan juga, kasus e-KTP menjadi isu hangat di kalangan mahasiswa dimana saya berkuliah. Sudah beberapa kali, mahasiswa turun ke jalan untuk memperjuangkan e-KTP yang ternyata di korupsi besar-besaran oleh para pejabat. Ah mungkin lebih tepatnya disebut sebagai penjahat. Iya jahat, mereka telah mendzolimi banyak pihak. Jadi, alasan terbesar kenapa e-KTP saya tidak jadi-jadi adalah karena anggarannya di korupsi oleh pejabat. Ya ampun, mereka itu miskin ya, masa cari uang dari uang negara yang bukan haknya. Udah miskin harta, miskin hati pula. Kalau dia kaya mah, ngapain korupsi? Separah itukah pejabat di Indonesia saat ini? Wah, mengerikan! Sekarang mah saya hanya bisa mendoakan, semoga mereka para pejabat ini yang katanya terhormat, cepat diberikan hidayah oleh Allah swt. Kasian kan keluarganya jadi makan dari uang haram. Sungguh, ini menjadi PR kita bersama yang katanya sebagai future leader. Jangan sampai, di generasi pada saat kita menjabat, hal-hal seperti ini terulang kembali. Ah, politik memang keras ya, banyak permainan di dalamnya, banyak orang yang bilang politik itu kotor. Bisa saja sebenarnya, saya memilih untuk tutup mata dan tutup telinga terhadap politik. Namun, kalau begitu terus, politik akan terus kotor. Oleh karena itu, diperlukan orang-orang baik di dalamnya, diperlukan orang-orang yang amanah didalamnya, supaya memberika kesan positif terhadap politik. Ya, ini jadi merefleksikan diri saya sendiri juga, sudahkan saya menjalankan segala amanah dengan baik yang ada dipundak saya?


                                                        Bekasi, 19 Juli 2017

Dimana e-KTP Saya?

Assalamualaikum, wr.wb
            Setelah sekian lama tidak menulis di blog ini, pada akhirnya nurani ini memanggil saya untuk kembali menceritakan sepenggal kisah hidup yang dialaminya. Tiga tahun lalu, pada saat saya berusia 17 tahun, sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentu saya berkewajiban untuk memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk). Pada saat itu, orang tua saya lah yang mengurus untuk membuatnya. Namun, beberapa bulan kemudian, terdapat kabar bahwa kita diwajibkan untuk membuat e-KTP (KTP elektronik), yang merupakan program terbaru pemerintah dengan tujuan untuk mengintergrasikan data penduduk di Indonesia, supaya tidak ada lagi KTP palsu. Ya, tujuan ini memang baik, patut diapresiasi. Namun, yang jadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana sistem ini berjalan dalam kondisi realita saat ini? Oke, kita lanjut lagi cerita sebelumnya. Jadi, setelah dikabarkan bahwa saya juga wajib punya e-KTP, saya diminta untuk hadir ke polres di daerah rumah saya untuk membuat e-KTP secara massal. Benar saja, sesampainya saya disana, sangat ramai. Kalau tidak salah, saya menunggu dari siang hingga malam. Padahal, esok harinya saya harus mengikuti lomba. Saya terus menunggu dengan cukup sabar, hingga akhirnya sebentar lagi giliran saya. Namun ternyata, petugas disana mengatakan bahwa kuota hari ini sudah habis, sehingga kami yang tersisa malam itu, diminta untuk hadir kembali esok hari. Sungguh hati saya kecewa, sudah dengan sabar menunggu dari tadi siang, dan ternyata disuruh pulang pada malam harinya. Dikarenakan besok saya ada kegiatan lomba, otomatis saya besok tidak akan bisa datang kembali ke tempat ini. Oleh karena itu, saya langsung menghampiri petugas disana, bahwa saya minta untuk foto malam ini dengan alasan lomba yang juga saya jelaskan kepadanya. Mereka tetep kekeuh bilang kepada saya untuk datang esok hari, hingga pada akhirnya saya menangis (HAHA ini lucu juga sih kalau diinget). Lalu, polisi dan petugas yang ada disana merasa tidak tega kali ya, hingga akhirnya saya dipersilahkan masuk melalui pintu belakang dan langsung ditangani untuk foto dan rekam sidik jari. Bayangin aja, abis nangis, mata merah, masih sesenggukan, terus disuruh foto. Ketika saya liat hasil foto di komputernya, keliatan banget dengan jelas mata saya merah. Tapi, yasudahlah mau gimana lagi. Akhirnya malam itu saya pulang ke rumah dengan perasaan yang masih kesal dengan petugas disana. Dalam hati saya, buat KTP kok susah banget sih. Berminggu-minggu saya tunggu hasil dari e-KTP tersebut, namun hasilnya nihil, dan bahkan hingga sekarang, setelah tiga tahun menunggu, hasilnya pun masih nihil. Ya, sekarang saya berusia 20 tahun, dan belum memiliki e-KTP. Ah, sungguh kecewa. Beberapa kali di tahun 2016 saya datang kekelurahan untuk membuat e-KTP, namun hasilnya selalu sama, blankonya kosong. Hingga akhirnya saya tidak peduli lagi dengan e-KTP, toh saya masih punya KTP yang biasa.

            Namun, ketidakpedulian saya terhenti sejak saya berkeinginan untuk membuat paspor. Pada saat saya mendatangi kantor imigrasi, saya sudah siapkan semua berkas dengan rapi dan juga sudah mengambil nomor antrian secara online. Ketika saya mengeluarkan KTP biasa saya dari dompet, saya diberitahu oleh satpam bahwa KTP harus dalam bentuk e-KTP. Yasudah, akhirnya pembuatan paspor pun gagal. Pada akhirnya saya merasa ingin menyerah untuk membuat e-KTP, paspor, ataupun dokumen-dokumen administrasi negara lainnya. Tanggal 15 Juli kemarin, saya diumumkan terpilih sebagai delegasi International Youth Summit di Malaysia dan Singapura dan akan berangkat pada tanggal 31 Juli. Saya ambil kesempatan tersebut, dan tentunya membutuhkan paspor, dan lagi-lagi saya harus mengurus e-KTP yang menyebalkan itu. Sebenarnya saya sudah mengurus e-KTP sejak bulan Juni, dan diminta untuk datang sebulan kemudian untuk mengambil e-KTP. Namun, karena saya membutuhkan cepat untuk pembuatan paspor, akhirnya ada namanya surat keterangan (Suket) sebagai pengganti e-KTP yang belum selesai. Suket ini dijanjikan akan selesai pada tanggal 15 Juli atau dua minggu setelah pengambilan foto dan rekam sidik jari. Namun kenyataannya, suket saya pun belum selesai hingga detik ini, tanggal 19 Juli. Munafik! Berkata namun tidak ditepati. Yang menyebabkan akhirnya saya tidak bisa memesan tiket pesawat bersama rombongan delegasi lainnya karena belum mendapatkan nomor paspor. Jadi, saat ini, saya mah sabar aja, menunggu, menunggu, dan menunggu entah sampai kapan e-KTP itu akan menjadi sebuah kenyataan.

to be continue...