Assalamualaikum,
wr.wb
Setelah sekian lama tidak menulis di
blog ini, pada akhirnya nurani ini memanggil saya untuk kembali menceritakan
sepenggal kisah hidup yang dialaminya. Tiga tahun lalu, pada saat saya berusia
17 tahun, sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentu saya berkewajiban
untuk memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk). Pada saat itu, orang tua saya lah
yang mengurus untuk membuatnya. Namun, beberapa bulan kemudian, terdapat kabar
bahwa kita diwajibkan untuk membuat e-KTP (KTP elektronik), yang merupakan
program terbaru pemerintah dengan tujuan untuk mengintergrasikan data penduduk
di Indonesia, supaya tidak ada lagi KTP palsu. Ya, tujuan ini memang baik,
patut diapresiasi. Namun, yang jadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana sistem
ini berjalan dalam kondisi realita saat ini? Oke, kita lanjut lagi cerita
sebelumnya. Jadi, setelah dikabarkan bahwa saya juga wajib punya e-KTP, saya
diminta untuk hadir ke polres di daerah rumah saya untuk membuat e-KTP secara
massal. Benar saja, sesampainya saya disana, sangat ramai. Kalau tidak salah,
saya menunggu dari siang hingga malam. Padahal, esok harinya saya harus
mengikuti lomba. Saya terus menunggu dengan cukup sabar, hingga akhirnya
sebentar lagi giliran saya. Namun ternyata, petugas disana mengatakan bahwa
kuota hari ini sudah habis, sehingga kami yang tersisa malam itu, diminta untuk
hadir kembali esok hari. Sungguh hati saya kecewa, sudah dengan sabar menunggu
dari tadi siang, dan ternyata disuruh pulang pada malam harinya. Dikarenakan
besok saya ada kegiatan lomba, otomatis saya besok tidak akan bisa datang
kembali ke tempat ini. Oleh karena itu, saya langsung menghampiri petugas
disana, bahwa saya minta untuk foto malam ini dengan alasan lomba yang juga
saya jelaskan kepadanya. Mereka tetep kekeuh bilang kepada saya untuk datang
esok hari, hingga pada akhirnya saya menangis (HAHA ini lucu juga sih kalau
diinget). Lalu, polisi dan petugas yang ada disana merasa tidak tega kali ya,
hingga akhirnya saya dipersilahkan masuk melalui pintu belakang dan langsung
ditangani untuk foto dan rekam sidik jari. Bayangin aja, abis nangis, mata merah,
masih sesenggukan, terus disuruh foto. Ketika saya liat hasil foto di
komputernya, keliatan banget dengan jelas mata saya merah. Tapi, yasudahlah mau
gimana lagi. Akhirnya malam itu saya pulang ke rumah dengan perasaan yang masih
kesal dengan petugas disana. Dalam hati saya, buat KTP kok susah banget sih. Berminggu-minggu
saya tunggu hasil dari e-KTP tersebut, namun hasilnya nihil, dan bahkan hingga
sekarang, setelah tiga tahun menunggu, hasilnya pun masih nihil. Ya, sekarang
saya berusia 20 tahun, dan belum memiliki e-KTP. Ah, sungguh kecewa. Beberapa
kali di tahun 2016 saya datang kekelurahan untuk membuat e-KTP, namun hasilnya
selalu sama, blankonya kosong. Hingga akhirnya saya tidak peduli lagi dengan
e-KTP, toh saya masih punya KTP yang biasa.
Namun, ketidakpedulian saya terhenti
sejak saya berkeinginan untuk membuat paspor. Pada saat saya mendatangi kantor
imigrasi, saya sudah siapkan semua berkas dengan rapi dan juga sudah mengambil
nomor antrian secara online. Ketika saya mengeluarkan KTP biasa saya dari
dompet, saya diberitahu oleh satpam bahwa KTP harus dalam bentuk e-KTP.
Yasudah, akhirnya pembuatan paspor pun gagal. Pada akhirnya saya merasa ingin
menyerah untuk membuat e-KTP, paspor, ataupun dokumen-dokumen administrasi
negara lainnya. Tanggal 15 Juli kemarin, saya diumumkan terpilih sebagai
delegasi International Youth Summit di
Malaysia dan Singapura dan akan berangkat pada tanggal 31 Juli. Saya ambil
kesempatan tersebut, dan tentunya membutuhkan paspor, dan lagi-lagi saya harus
mengurus e-KTP yang menyebalkan itu. Sebenarnya saya sudah mengurus e-KTP sejak
bulan Juni, dan diminta untuk datang sebulan kemudian untuk mengambil e-KTP.
Namun, karena saya membutuhkan cepat untuk pembuatan paspor, akhirnya ada
namanya surat keterangan (Suket) sebagai pengganti e-KTP yang belum selesai.
Suket ini dijanjikan akan selesai pada tanggal 15 Juli atau dua minggu setelah
pengambilan foto dan rekam sidik jari. Namun kenyataannya, suket saya pun belum
selesai hingga detik ini, tanggal 19 Juli. Munafik! Berkata namun tidak
ditepati. Yang menyebabkan akhirnya saya tidak bisa memesan tiket pesawat
bersama rombongan delegasi lainnya karena belum mendapatkan nomor paspor. Jadi,
saat ini, saya mah sabar aja, menunggu, menunggu, dan menunggu entah sampai
kapan e-KTP itu akan menjadi sebuah kenyataan.
to be continue...